Paradigma Al-Qur’an berarti suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Al-Qur’an memahaminya.
Kuntowijoyo dalam bukunya “Islam sebagai Ilmu” mengkritik usaha Islamisasi ilmu pengetahuan yang dilakukan al-Faruqi dan al-Attas sebagai sikap reaksioner. Beliau mengusulkan ide pengilmuan Islam yaitu “melihat realitas melalui Islam dan eksistensi Humaniora dalam Al-Qur’an”. Apabila gerakan islamisasi ilmu bergerak dari konteks ke teks sebaliknya gerakan pengilmuan Islam bergerak dari teks ke konteks. Kuntowijoyo meminjam istilah Thomas Kuhn melihat Al-Qur’an sebagai paradigma dan mengusulkan menggunakan pendekatan sintentik analitik untuk membangun pandangan dunia Islam. Pandangan ini melihat Al-Qur’an terdiri dari konsep dan kisah-kisah sejarah maupun perumpaan. Dari konsep Al-Qur’an kita dapat membangun pandangan dunia Islam dan melalui kisah sejarah dan perumpaan, Al-Qur’an mengajak kita untuk merenung untuk memperoleh hikmah. Kritik untuk pendekatan ini, berarti kita memulai dari nol dan dapat mengakibatkan bias historis dan bias intelektual.

Kuntowijoyo, Penulis Islam sebagai Ilmu
Kuntowijoyo tidak mempercayai netralitas ilmu namun mengakui adanya objektivitas ilmu. Di dalam bukunya tersebut Kuntowijoyo menjelaskan bahwa suatu perbuatan disebut objektif manakala orang di luar Islam melihat sesuatu sebagai hal yang wajar dan bukan dinilai sebagai perbuatan keagamaan. Sebagai contoh kita dapat belajar dari ilmu Ekonomi Islam. Orang diluar Islam dapat meyimpan uangnya di Bank Syariah tanpa melihatnya sebagai perilaku keagamaan walaupun bagi umat Islam pengamalan Islam di bidang ekonomi merupakan suatu bentuk ibadah.
Untuk penjelasan selengkapnya mengenai pengilmuan islam lihat, Kuntowijoyo, 2006, Islam sebagai Ilmu, Yogyakarta: Tiara Wacana.